Mengajar bukan lagi memindahkan informasi.
Belajar bukan lagi menghafal fakta-fakta. Seorang guru bukan lagi pemberi
informasi, tetapi fasilitator dimana pembelajar membangun pemahaman mereka
sendiri. Seorang murid tidak lagi menyimpan fakta-fakta, tetapi arsitek dari
proses konstruksi pengetahuannya sendiri. Pendidikan bukan lagi latihan
akademik, tetapi terikat pada problem-problem dan aneka kegiatan di dunia
nyata. Sekolah juga dipanggil untuk mengembangkan para murid untuk menjadi
inovatif dan kreatif. Ada banyak yang harus dipelajari sekolah agar tidak
tertinggal dan berpartisipasi dalam perubahan.
Karena
itu, sekolah perlu menjadi organisasi
yang belajar. Sekolah yang belajar adalah sekolah dengan kapasitas untuk
belajar dan menggerakkan transformasi serta memimpin inovasi. Akselerasi
perubahan dalam sistem pendidikan untuk menyikapi realitas ekonomi telah
memaksa banyak pemimpin sekolah dan guru untuk terus berhadapan dengan berbagai
tantangan baru. Seberapa baik sekolah mengatasi tantangan akan sangat
tergantung pada kapasitas belajaranya. Sekolah yang belajar adalah sekolah masa
kini dan masa depan.
Ada lima disiplin yang menjadi ciri sekolah yang belajar, yaitu penguasaan pribadi, model mental, visi bersama, berpikir sistemik, dan komunitas belajar.
1. Penguasaan Pribadi (Personal mastery)
Penguasaan pribadi berkaitan dengan disiplin mendorong diri sendiri untuk terus mengklarifikasi dan memperdalam visi pribadi dalam konteks realitasnya. Seseorang dengan penguasaan pribadi yang tinggi mempunyai motivasi internal dan kesadaran dari mana dia mulai dan kemana dia akan menuju.
Penguasaan pribadi bagi guru merupakan faktor penentu kemauan suatu sekolah. Menjadi guru adalah profesi hati. Guru menghidupi profesi di mana hato berperan lebih dari segalanya. Guru tidak memindahkan ilmu pengetahuan dari buku ke otak murid. Guru berperan sebagi pelatih, mentor dan panutan bagi murid-muridnya. Penguasaan pribadi bukan hanya pencapaian suatu posisi dalam jenjang karier atau pencapaian hasil ujian yang dijadikan standar. Penguasaan pribadi terkait erat dengan semangat dan panggilan guru. Dalam bahasa sanskerta,kata guru berasal dari dua suku kata yaitu gu berarti ‘kegelapan’ dan ru berarti ‘terang’. Jadi, guru bermakna ‘seseorang yang membebaskan dari kegelapan karena ketidaktahuan dan ketidaksadaran (www.wikipedia.org/wiki/Guru). Jadi, guru lebih dari seorang pengajar. Seorang guru adalah juga seorang ahli, konselor, sahabat, pendamping, dan pemimpin spiritual.
Guru yang baik mendorong dirinya sendiri menjadi baik. Mereka menyadari kerasnya profesi mereka. Namun, panggilan untuk menjadi guru yang baik telah menuntun langkah mereka. Didalam maupun diluar kelas, mereka menunjukkan motivasi bukan karena mereka ingin meraih prestasi. Mereka mendorong diri sendiri untuk lebih baik dengan memperdalam pengetahuan mereka mengenai materi akademik atau meningkatkan keterampilan mengajar karena para guru peduli pada muridnya. Mereka ingin bisa mengajar lebih baik agar membawa perubahan hidup pada muridnya ( Lie dkk, 2014).
2. Paradigma (Mental Model)
Paradigma (mental model) adalah cara seseorang memandang dunia dan bereaksi terhadapnya. Model mental kepala sekolah, guru, murid dan orang tua amat berpengaruh terhadap proses pendidikan di sekolah. Ketika guru beranggapan bahwa para muridnya tidak akan bisa melakukan suatu tugas karena latar belakang atau kondisi tertentu dari murid-murid itu, anggapan ini akan mempengaruhi sikap dan cara dia mengajar serta memperlakukan murid itu seperti berikut ini :
- Saya tidak perlu meluangkan waktu terlalu banyak untuk menyiapkan pembelajran karena upaya ini akan sia-sia
- Saya hanya mau bersikap realistis. Tidak ada gunanya berangan-angan terlalu tinggi. Murid-murid saya ini tidak akan bisa menggapai cita-cita yang terlalu tinggi
- Murid saya hanya perlu diajar dengan pendekatan hafalan dan pengulangan
Selain guru, modal mental murid juga amat mempengaruhi proses belajarnya. Ketika murid merasa tidak berdaya dan tidak punya percaya diri, mereka akan mudah menyerah murid-murid. Ketika murid mengganggap dia akan gagal sebelum memulai suatu proses pembelajaran, kemungkinan besar dia akan gagal.
Pengaruh orang tua terhadap anak juga besar. Mereka mempengaruhi perkembangan anak mereka dalam banyak aspek termasuk nilai-nilai. Model mental orang tua dapat meningkatkan, tetapi juga menghambat, proses perkembangan anak mereka. Ketika orang tua mempunyai keyakinan terhadap pentingnya sekolah bagi kemajuan dan masa depan anak mereka, dukungan semangat dari orang tua akan menjadi energy positif yang sangat berpengaruh terhadap motivasi belajar anak. Sebaliknya, orang tua yang tidak mempercayai peran pendidkan sebagai saran peningkatan kualitas hidup atau mempunyai pandangan-pandangan keliru mengenai tujuan dan proses pendidikan, akan menghambat kemajuan anak.
Sekolah yang baik mengenali model mental yang bekeraja di kalangan guru, murid, orangtua dan mengidentifikasi model mental yang secara positif membagun bisa mendorong para murid untuk terus belajar dan mana yang secara negative menghambat proses pembelajaran di sekolah. Disiplin, kerja keras, kebersamaan, sinergis, kolaboratif, suasana menyenangkan, dan mau belajar adalah contoh-contoh pola mental yang perlu dikembangkan di dalam organisasi.
3. Visi bersama (Shared Vision)
Keberhasilan suatu organisasi dapat terlaksana apabila semua angota memiliki pandangan dan cita-cita yang sama, merasa senasib dan seperjuangan untuk meraih tujuan organisasi. Visi bersama dibangun oleh seluruh anggota organisasi sebagai keinginan, tekad, dan komitmen bersama. Hampir semua sekolah memiliki visi, kadang ditulis dengan huruf besar dan sipasang di depan sekolah. Namun, menurut orgnisasi belajar, visi tersebut belum tentu visi bersama. Bisa jadi visi tersebut baru merupakan rumusan atau pernyataan visi (statement of vision). Di sekolah, program dan kegiatan pengembangan sekolah harus didasarkan atas keinginan seluruh guru, staf, dan pimpinan, serta klien ke mana sekolah tersebut akan dibawa yang disebut visi bersama.
4. Berpikir Sistemik
Pendidikan terjadi dalam suatu sistem yang kompleks dengan banyak factor yang saling terkait. Berpikir sistemik memungkinkan kita untuk memahami dan memaknai kompleksitas ini. Berpikir sistemik membantu kita melihat kesalingterakaitan diantara berbagai factor, memeriksa akar masalah dibalik gejala, dan menemukan jalur-jalur untuk mengambil tindakan yang konstruktif.
Berpikir sistem adalah berpikir menyeluruh terhadap semua komponen organisasi sebagai satu kesatuan yang saling memengaruhi. Lemahnya kinerja di suatu komponen dapat melemahkan kinerja sistem secara keseluruhan" Sekolah sebagai satu sistem yang terdiri atas berbagai komponen, seperti bagian kurikulum, kesiswaan, humas, perpustakaan dan sebagainya. Mengembangkan sekolah harus dilakukan secara menyeluruh, sistemik, tidak bisa hanya satu bagian saja. Oleh karenanya, kerja dalam tim, belajar beregu, kerjasama, networking, perlu dikembangkan di dalam mengembangkan sekolah secara sistemik, sistematik, dan holistik.
5. Komunitas belajar
Pendidik sejati terus mengembangkan diri menjadikan dirinya pembelajar sepanjang hayat. Keberhasilan seorang pendidik tidak terlihat dari kesempurnaan yang bisa dicapai, tetapi komitmen untuk terus melakukan perbaikan. Keberhasilan seorang pendidik juga tidak terlepas dari suasana dan dukungan komunitas sekitaranya.
Banyak pendidik yang sebetulnya mempunyai potensi kemampuan besar, tetapi merasa kecil hati dan mendapat halangan untuk maju dari sesame pendidik lain. Karena itu, pendidik sejati bukan hanya mengembangkan diri sendiri, tetapi juga mengajak rekan-rekan lain untuk ikut tumbuh dan berkembang bersama. Beberapa pendidik yang tumbuh dan berkembang bersama ini membentuk komunitas belajar para pendidik. Banyak strategi dan cara bisa dilakukukan untuk mengembangkan komunitas ini.
Sekolah yang belajar pada hakekatnya adalah sekolah yang memiliki iklim yang memungkinkan tiap anggota didorong untuk terus belajar dan mengembangkan potensi mereka sepenuhnya, memperluas dan memperkaya budaya bekerja di lingkungan kerja serta menjadikan strategi pengembangan sumberdaya manusia sebagai pusat dari kebijaksanaan kerja demi terjadinya transformasi berkelanjutan demi kesempurnaan
Sekolah yang belajar memerlukan anggota yang memilki kompetensi dan kesadaran akan perluya perubahan terus menerus pada pola pikir ke arah perbaikan kerja dan interaksi dalam organisasi. Perspektif tiap individu terhadap perlunya pendekatan yang didasarkan pada kompetensi perlu dipersamakan agar organiasi dapat mengarahkan diri sesuai dengan upaya terus meningkatkan kinerja organisasi. Sebagai respon terhadap pendorong perubahan, maka sekolah harus belajar dengan menata ulang mengenai cara berpikir, pengelolaan, dan operasinya. Kesadaran pembelajaran individu belumlah cukup bagi sebuah organisasi agar dapat bersaing, masih diperlukan adanya peningkatan kemampuan pembelajaran seluruh organisasi agar tetap dapat sukses di dalam situasi lingkungan yang sangat cepat berubah.
Daftar bacaan :
Senge, Peter M. 1996. The Fifth Discipline, The Art & Practise of the Learning Organization. Doubleday Dell Publishing Group. New York.
Lie dkk. 2013. Praktik-praktik terbaik di sekolah. Tanoto Foundation. Jakarta
Yusufhadi Miarso. 2007. Menyemai benih teknologi pendidikan. Kencana : Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar