Jack Ma dalam Forum Ekonomi Dunia di Dahar pada tahun 2019 mengungkapkan bahwa sebagian besar lapangan pekerjaan manusia akan direbut oleh Artificial Intellegence (AI), saya suka menyebutnya manusia buatan...hehehe.
Bukan saja AI bisa menguasai keahlian manusia diberbagai bidang itu, bahkan dalam banyak hal AI akan menunjukkan kinerja yang lebih baik daripada manusia, karena kebebasannya dari kelemahan-kelemahan manusiawi, termasuk dalam hal gangguan emosi, bias-bias kognitif, keterlambatan berfikir dan lain sebagainya. Bahkan mendiang Stephen Hawking meramalkan akan terjadinya kiamat kemanusiaan dengan dominasi AI dimasa yang akan datang.
Pendidikan yang Memanusiakan
Kalau mau ringkas, tujuan upaya
pendidikan adalah memanusiakan manusia. Dengan kata lain, pendidikan adalah
suatu kegiatan untuk mengaktualkan potensi manusia sehingga benar-benar menjadi
manusia sejati. Yakni mengaktualkan berbagai potensinya untuk dapat benar-benar
menjadi manusia yang sejahtera dan berbahagia.
Mengutip ungkapan E.F.Schumacher
dalam buku klasiknya, small is beautiful,
pendidikan kita hendaknya tak hanya menekankan pada know how, tetapi justru harus mengembangkan aspek know why-nya, yakni makna
(meaning) dari kemampuan dan keterampilan yang kita miliki itu dalam mencapai
kebahagian hidup.
Artificial Intellegence: Akhir Atau Awal?
Untuk merespon hal ini, kita perlu mulai dengan mengkaji batas-batas kemampuan manusia dan batas-batas kemampuan AI. Apakah manusia saat ini sudah mencapai batas akhir kemampuannya? Atau
sesungguhnya, manusia masih memiliki kemampuan yang jauh lebih besar daripada yang telah tereksplorasi sampai sejauh ini? Atau jangan-jangan masih banyak kemampuan manusia yang begitu luhur sehingga secanggih apapun perkembangan AI nantinya, tetap saja tak bisa digantikan sepenuhnya olehnya.
Perlu ditegaskan bahwa manusia
bukanlah AI, betapapun canggihnya. Selain kekuatan fisik dan kemampuan
berpikir, manusia adalah makhluk yang--terutama--memiliki jiwa dan hati. Dan,
sebagaiman kemampuan fisik serta kemampuan berpikir harus dikembangkan dan
diaktualkan, maka demikian pula halnya dengan kemampuan jiwa dan hati manusia.
Jadi menurut saya, kehadiran AI jangan-jangan malah
menandai awal dari tercuatkannya kemampuan manusia sesungguhnya, yang jauh
lebih dahsyat dari yang telah ditunjukkannya sejauh ini.
Jangan-jangan kemampuan yang telah ditunjukkan ras manusia selama ini bukanlah
benar-benar kemampuan manusia, melainkan kemampuan hewani dan masinal. Dengan
kata lain, sebaliknya dari akan menjadi kiamat bagi manusia, kehadiran AI
justru membuka jalan bagi kelahiran baru ras manusia, kelahiran manusia sejati
dalam hal tercuatnya kemampuan-kemampuan luhurnya, dengan segala
kedahsyatannya, yang selama ini belum tereksplorasi.
Namun semua itu hanya akan bisa terjadi jika kita mengubah apa yang kita ajarkan dan bagaimana kita mengajarkannya, karena apa yang kita ajarkan ajarkan saat ini adalah peninggalan 200 tahun lalu, sarat dengan muatan pengetahuan.
Coretan sebelum pulang kantor. Tulisan ini terinspirasi dari buku "Memulihkan Sekolah, Memulihkan Manusia", karya Haidir Bagir, cetakan tahun 2019 dan Pidato Jack Ma pada saat forum Ekonomi Dunia tahun 2019 yang dapat diakses di https://www.youtube.com/watch?v=Z9BzurVnh8Q