Rasa percaya merupakan sebuah elemen yang tidak terpisahkan dari budaya sekolah yang positif dan produktif yang mana berkontribusi terhadap kualitas pengajaran, pembelajaran, dan kesejahternaan di sekolah. Andy Hargreaves dan Michael Fullan (2012) mendesak sekolah untuk secara kolektif dan sadar membangun rasa percaya terhadap guru, bahkan ketika itu akan menghasilkan tantangan baru dan kegagalan yang mengecewakan.
Lima Bahan Baku atau Elemen Rasa Percaya
Profesor Megan Tschannen-Moran, salah satu cendekia yang berpengaruh untuk urusan rasa percaya dalam pendidikan, mendefinisikan rasa percaya sebagai " kerelaan untuk bisa sewaktu-waktu terluka oleh orang lain, akibat keyakinan bahwa orang lain tulus hati, jujur, dapat diandalkan dan berkompeten (2014, p.19). Ketika anda mempercayai sesorang, artinya Anda hanya memiliki sedikit ketakutan bahwa orang ini akan melukai Anda. Anda yakin bahwa orang ini berbicara dan bertindak dengan jujur, mengkomunikasikan informasi esensial kepada Anda, dan berperilaku seperti yang diperkirakan.
Menurut Megan-Moran ada 5 elemen dari rasa percaya, seperti yang diilustrasikan pada gambar.
- Ketulusan. Rasa percaya bahwa kesejahteraan seseorang atau sesuatu yang sangat berarti bagi seseorang akan dilindungi pihak lain. Ketulusan merupakan suatu kondisi kunci untuk memperkaya interaksi, yang terjadi ketika orang-orang saling memabntu untuk menjadi sempurna daripada jika mereka bekerja sendirian, karena tanpanya, orang bisa cenderung menghabiskan energi mereka hanya agar tidak tampak bodoh atau terhindar dari tanggungjawab untuk mencari solusi alternatif (Toro, 2010). Dalam praktik, ini berarti bahwa sesorang tidak perlu takut bahwa individu atau kelompok lain akan mencoba memanfaatkan kelemahan atau kegamangan mereka. Dalam sekolah dengan rasa percaya yang rendah, baik guru dan siswa menghabiskan energi psikologis mereka sedemikian besar untuk berhadapan dengan rasa takut dan terluka di antara mereka. Sekolah yang telah dengan sukses menciptakan budaya berbasis rasa percaya sering kali meningkatkan ketulusan dengan membangun hubungan yang aman, ramah, dan memperkaya di antara semua anggota komunitas sekolah.
- Kejujuran. Karakter, integritas, dan keotentikan dari seseorang yang dipercaya. Dalam praktik, ini berarti bahwa guru dapat menyandarkan diri pada kata dan tindakan rekan kerja, pengurus sekolah, dan siswa mereka. Saat kejujuran hilang, penghianatan, kecurigaan, dan ketidakpercayaan mengambil alih keadaan. Sekolah yang merayakan dan menerapkan rasa percaya telah secara sistematis memperkuat kerja sama dan komunikasi di antar guru dan anggota komunitas sekolah mereka lainnya.
- Keterbukaan. Sejauh mana informasi yang relevan dibagikan dan tidak disimpan oleh orang lain. Dalam praktik, ketika keterbukaan di sekolah berkurang, pendidikn akan mulai penasaran akan apa yang mungkin disembunyikan rekan kerja lain dari mereka dan mengapa. Lebih jauh lagi, ketika para guru merasa bahwa mereka saling bersaing di sekolah, mereka tidak akan membagikan ide terbaik mereka atau mendukung rekan kerja karena itu mungkin akan melemahkan posisi mereka dalam persaingan yang terjadi. Keterbukaan di sekolah seringkali merupakan buah dari kepemimpinan dengan tujuan yang pasti, norma-norma yang jelas tentang perilaku yang baik di antara guru, dan kolaborasi profesional di antara semua anggota komunitas sekolah.
- Keandalan. Konsistensi perilaku dan tahu apa yang diharapkan dari orang lain. Dalam praktik, ini berarti bahwa setiap orang di sekolah menyadai peran individual dan kolektif mereka serta tanggungjawab yang mengiringinya. Sekolah yang berhasil menanamkan rasa tanggungjawab yang tinggi pada anggota stafnya ( contoh, guru yang konsisten menunjukkan perilaku profesional saat mereka memenuhi peran dan tanggungjawabnya) sering melakukan lewat investasi dalam hal pengembangan profesional berbasis sekolah dan suatu budaya kolaboratif.
- Kompetensi. Kemampuan untuk menunjukkan performa sebagaimana yang diharapkan dan sesuai dengan standar yang layak atas tugas yang sedang dikerjakan. Dalam praktik, ini berarti bahwa sekolah telah menyampaikan harapan profesional dan pemahaman umum yang hanya dapat diwujudkan oleh profesional yang berpengalaman dan berkualitas demi terpenuhinya harapan tersebut. Rasa percaya terhadap guru-guru dapat menurun tidak peduli betapa andal, terbuka, atau jujur mereka di sekolah jika mereka tidak memiliki pengetahuan profesional, kompetensi dan karakter moral.
Membangun sebuah budaya rasa percaya yang tinggi terhadap guru mensyaratkan, menurut model ini, ke semua 5 elemen secara bersamaan menjadi fokus sebuah tindakan dan secara bertahap menjadi semakin kuat.
Rasa percaya, tentu saja, adalah sesuatu yang kasat mata. Ini sedikit mirip dengan kesehatan kita--kita jadi lebih tahu ketika mulai merosot atau hilang. Meski demikian, keuntungan rasa percaya bagi organisasi, sistem organisasi, dan individu sangat banyak. Berikut ini 5 keuntungan utama dari rasa percaya:
- Rasa percaya terhadap sekolah dan guru ibarat lem yang mendukung ketergantungan dan keterpaduan sosial yang positif dalam sebuah sistem pendidikan. Dalam sistem seperti itu, pengetahuan, keterampilan profesional, dan kebijksanaan kolektif dari para pendidik dihargai sangat tinggi dalam pembuatn keputusan.
- Rasa percaya merupakan elemen mendasar dari kolaborasi dalam sekolah, dan kolaborasi merupakan kunci daya penggerak di balik sebuah sekolah yang sukses.
- Rasa percaya mempromosikan (dan mensyaraktkan) kejujuran dan transparansi di antara guru, menyemangati pendidik untuk memberi dan menerima masukan profesional serta mendukung satu sama lain
- Ketika guru mempercayai siswanya dengan memberikan tanggungjawab yang wajar dan kewenangan yang cukup untuk memenuhinya, hubungan yang sehat antara guru dan siswa di kelas kan lebih berkembang
- Kepercayaan kolektif di sekolah secara positif berkaitarn dengan hasil pencapaian belajar siswa di sekolah
--------------------------------- ------------------------------------------------------------
Thursday, 14 Sept 2022, 09.30
Sumber : Pasi Sahlberg & Timothy D Walker, 2022, In Tacher We Trust: Pedoman Finlandia untuk Menjadi Sekolah Bertaraf Dunia, Bagian 1: Faktor X Bangsa Finlandia