Negeri ini memiliki banyak pemikir
dan ahli pendidikan yang senantiasa berupaya memformulasikan konsep pendidikan
di negeri ini. Dalam aspek kurikulum pendidikan misalnya, kurikulum yang
diberlakukan di negeri ini selalu dilandasi dengan filosofi, idealisme, dan
teori serta dimaksudkan untuk tujuan yang mumpuni. Para ahli berkumpul untuk
memformulasikan semua hal tersebut di atas. Sebuah kegiatan yang menggunakan
bahasa bahasa dan pemikiran tingkat tinggi yang bisa dianalogikan sebagai
‘bahasa dan pemikiran tingkat surgawi’. Namun banyak hal yang terjadi di level
surgawi tersebut tidak diterjemahkan ke bahasa bahasa dan pemikiran pemikiran
yang membumi sehingga para pelaku pendidikan acapkali mengalami kesulitan
menerapkan hasil hasil kegiatan di tataran surgawi tersebut.
Saya adalah seorang pelaku pendidikan atau setidaknya berani mengaku sebagai pelaku pendidikan. Saya jelas tidak mampu dan tidak akan pernah mampu untuk menjadi bagian dari kegiatan surgawi seperti tersebut di atas. Namun minggu kemarin, saya mendapatkan kesempatan langka untuk menyaksikan sebuah kegiatan di tataran tersebut Saya menghadiri sebuah seminar di sebuah universitas terkemuka di Jakarta yang menghadirkan banyak tokoh pendidikan.
Tulisan dari seorang sahabat...:)
Saya adalah seorang pelaku pendidikan atau setidaknya berani mengaku sebagai pelaku pendidikan. Saya jelas tidak mampu dan tidak akan pernah mampu untuk menjadi bagian dari kegiatan surgawi seperti tersebut di atas. Namun minggu kemarin, saya mendapatkan kesempatan langka untuk menyaksikan sebuah kegiatan di tataran tersebut Saya menghadiri sebuah seminar di sebuah universitas terkemuka di Jakarta yang menghadirkan banyak tokoh pendidikan.
Sebagai orang yang tidak begitu
paham bahasa bahasa surgawi, saya tidak terlalu paham apa yang mereka bicarakan
atau kenapa hal seperti itu perlu dibicarakan. Saya bukan fans seorang Anies
Baswedan, namun ada satu pernyataan yang dikeluarkan oleh Pak Anies yang
menarik bagi saya.
Beliau mengemukakan satu analogi
yang menggambarkan kondisi pendidikan selama ini dan kondisi yang ingin
dicapai. Kondisi pendidikan selama ini digambarkan sebagai sebuah
Ensiklopedia Britanica dan kondisi yang ingin dicapai ibaratnya adalah seperti
Wikipedia. Sebuah analogi yang menarik dan saya akan mencoba menterjemahkannya
dalam bahasa bahasa bumi.
Pendidikan ‘Ensiklopedia’ vs
‘Wikipedia’
Wikipedia sebenarnya adalah juga
Ensiklopedia, namun ada perbedaan mendasar antara keduanya yang juga berarti
ada perbedaan mendasar antara pendidikan versi keduanya.
Ensiklopedia adalah sejumlah tulisan yang berisi penjelasan yang
menyimpan informasi secara komprehensif dan mudah dipahami mengenai berbagai
hal yang disusun berdasarkan abjad, kategori atau volume terbitan dan pada
umumnya tercetak dalam bentuk rangkaian buku yang
tergantung pada jumlah bahan yang disertakan.
Ensiklopedia biasanya disusun oleh
sebuah tim penyusun yang memang bertujuan mengembangkan ensiklopedia
tersebut. Pendidikan ‘Ensiklopedia’ kemudian dapat diartikan sebagai
pendidikan yang segala komponennya ditentukan oleh sekelompok orang / ahli yang
merumuskan keseluruhannya dari filosofi, desain, perencanaan, strategi,
implementasi maupun evaluasinya. Seperti juga ensiklopedia, pendidikan model
ini terkesan kaku dan tidak memberi ruang bagi para pelakunya, selain yang
sudah ditunjuk, untuk ikut merumuskan bentuknya. Semua sudah ditentukan dan
kontekstualisasinya belum tentu bisa atau boleh dilakukan. Inilah model
pendidikan yang selama ini dipergunakan di negeri ini.
Sedangkan Wikipedia,
walaupun secara prinsip sama dengan ensiklopedia, selain menyajikan informasi
yang biasa ditemui di dalam sebuah ensiklopedia, juga memuat tulisan tulisan
dan topik topik berita terkini.
Berbeda dengan ensiklopedia, isi
Wikipedia dapat diciptakan oleh penggunanya. Wikiedia menyediakan ‘platform’
dan siapapun bisa dan boleh mengakses, menambah maupun mengurangi isinya.
Pendidikan model ini kemudian
berarti sebuah bentuk pendidikan di mana pemerintah hanya akan menyediakan
‘platform’ nya. Model ini memungkinkan semua pelaku pendidikan melakukan
kontekstualisasi maupun penyesuaian yang memang pe3rlu untuk dilakukan asalkan
masih menggunakan ‘platform’ yang sudah ditentukan.
Dengan mempertimbangkan segala
keragaman negeri ini, pendidikan model inilah yang kemudian diinginkan untuk
dipergunakan.
Me’Wikipedia’kan Ensiklopedia
dalam Proses Pembelajaran
Sebagai manusia bumi yang selalu
berpikir praktis, saya lalu tergelitik untuk mencari tahu apakah konsep
ensiklopedia Wikipedia ini bisa diterapkan dalam proses belajar mengajar di
kelas.
Selama ini pembelajaran di kelas
di banyak sekolah di negeri ini lebih banyak bersifat dogmatis, mengacu
sepenuhnya pada materi yang sudah ditentukan dan dikendalikan sepenuhnya oleh
guru. Sebuah proses kaku yang berpusat pada guru. Mirip dengan konsep
sebuah ensiklopedia yang dikemukakan di atas.
Bisakah proses seperti itu diubah
menjadi sebuah proses partisipatif, fleksibel yang berpusat pada subyek
pembelajaran yaitu peserta didik? Kalau bisa, apakah hal tersebut harus
dilakukan dengan cara menghapuskan ensiklopedia yang berarti meniadakan proses
proses yang selama ini sudah dilakukan? Ilustrasi berikut mungkin bisa membantu
menjawab pertanyaan ini.
Alkisah seorang guru kampung
bernama Poinem berencana untuk menggunakan ensiklopedi dalam proses
pembelajaran di kelasnya.
Pertama-tama dimintanya para siswa
yang sudah duduk berkelompok untuk mengambil ensiklopedi di perpustakaan.
Karena tema pembelajaran di kelas Ibu Poinem adalah lingkungan sekitar, setiap
kelompok kemudian diminta untuk menentukan sendiri hal apa yang akan dipelajar
dalam setiap kelompoki, ada yang memilih unggas, ada yang memilih serangga, dan
ada yang memilih pohon. Setiap kelompok kemudian memilih enam spesies untuk
masing masing kategori yang sudah mereka tentukan, membuat gambar, dan
menuliskan nama spesies tersebut menurut ensiklopedi maupun sesuai nama di
kampung mereka.Sampai di sini, siswa sudah mencoba membuat ‘entry’ sendiri di
dalam ‘wikipedia’ di kelas mereka dengan 6 unggas, 6 serangga dan 6 pohon
paling sering ditemukan di wilayah mereka.
Setelah itu, setiap siswa diminta
untuk melakukan survey sederhana mengenai 6 spesies yang telah mereka tentukan.
Langkah awalnya adalah dengan menentukan apa yang akan dicari tahu. Apakah
menentukan spesies mana yang paling bermanfaat, paling dibenci, ataupun paling
disukai, terserah masing masing kelompok. Lalu setiap kelompok melakukan survey
sederhana dengan menanyai sejumlah responden sesuai jumlah yang disepakati.
Hasilnya adalah kesimpulan spesies mana yang menempati posisi teratas sesuai
tabel hasil survey. Sekali lagi mereka mengisi sendiri ‘entry’ di Wikipedia
kelompok mereka.
Langkah berikutnya, setiap siswa
memilih dua spesies dari daftar spesies yang telah ada di Wikipedia mereka,
lalu mencoba membandingkan kedua spesies tersebut. Informasinya bisa didapatkan
salah satunya di ensiklopedia yang tersedia. Hasilnya kemudina dipresentasikan.Di
akhir langkah ini, semua siswa mengetahui persamaan dan perbedaan masing masing
spesies.
Di akhir kegiatan belajar, para
siswa kemudian dibebaskan menggambar/ menggambarkan sendiri satu spesies versi
mereka sendiri yang menggabungkan berbagai kelebihan spesies sesuai dengan
pemahaman yang sudah mereka dapatkan. Hasilnya sekali lagi dipresentasikan.
Maka lengkaplah sudah ‘wikipedia’
kelas Ibu Poinem hari itu. Walaupun basis informasinya ensiklopedia, namun
kelas Ibu Poinem telah mencoba menciptakan sendiri ‘wikipedia’ mereka dengan
berbagai informasi yang sesuai dengan konteks mereka sendiri.
Melalui illustrasi tersebut
di atas, tergambarlah bahwa hal hal yang sudah ada selama ini, yang berupa
daftar berbagai informasi, yang bisa diibaratkan sebagai sebuah ensiklopedia,
bisa diolah sendiri oleh para subyek pembelajaran, yaitu para siswa menjadi
sebuah sajian informasi baru yang interaktif, kontekstual dan menarik.
Orientasinyapun sudah tidak lagi ke guru. Fungsi guru berubah menjadi fasilitator
pembelajaran.
Singkat kata, me’wikipedia’kan
ensiklopedia dalam proses pembelajaran adalah proses yang niscaya. ‘Wikipedia’
bisa jadi alternative pengganti yang lebih berdaya guna dibandingkan
‘Ensiklopedia’. Konsep surgawi itu ternyata bisa diterjemahkan ke dalam bahasa
bumi.
Tulisan dari seorang sahabat...:)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar