Setiap tahun kita merayakan Hari Guru dengan unggahan foto, bunga, dan pidato-pidato manis. Tapi sebagai seseorang yang sudah lebih dari satu dekade bekerja bersama guru—mengajar mereka, melatih mereka, mendampingi mereka—saya semakin sering bertanya dalam hati:
Hari Guru ini sebenarnya untuk siapa?
Untuk guru yang setiap hari berjuang di kelas dengan murid-murid yang makin beragam kebutuhannya?
Atau untuk para pejabat yang rajin membuat seremoni, tapi abai pada hal paling mendasar yang dibutuhkan guru: pendampingan, supervisi bermutu, dan kebijakan yang konsisten?
Kenyataannya Tidak Semanis Pidato
Hasil PISA 2022 sudah jelas: Indonesia masih berada di peringkat bawah untuk literasi, numerasi, dan sains. Yang menarik, laporan OECD menekankan bahwa kualitas pengajaran adalah faktor paling menentukan keberhasilan siswa.
Bank Dunia (2023) bahkan menyebut bahwa “dukungan profesional guru di Indonesia masih sporadis, tidak terstruktur, dan kurang berkelanjutan.”
Riset SMERU dan RISE juga menemukan hal yang sama: guru belajar, tetapi praktik mengajarnya tidak otomatis berubah—karena tidak ada pendampingan yang memastikan pembelajaran benar-benar berlangsung di kelas.
Saya melihat sendiri: banyak pelatihan hanya seremonial. Modul dibagikan, foto diambil, sertifikat diberikan. Besoknya, kelas kembali berjalan seperti biasa.
Mentoring: Yang Seharusnya Jadi Nafas Profesi Guru
Berbagai riset internasional, mulai dari Darling-Hammond hingga Barber & Mourshed, sudah lama menegaskan:
Negara dengan kualitas pendidikan terbaik selalu punya sistem mentoring guru yang kuat.
Dan memang itu masuk akal.
Guru bukan robot. Mereka butuh ruang aman untuk mencoba, salah, dievaluasi, dan dibimbing.
Penelitian Bank Dunia di beberapa kabupaten Indonesia menunjukkan:
Guru yang rutin didampingi meningkatkan kualitas praktik mengajar 2–3 kali lebih cepat dibanding yang hanya ikut pelatihan.
Dampaknya nyata: nilai murid meningkat signifikan dalam satu tahun.
Riset Tanoto Foundation tempat saya mengabdi dan terlibat langsung dalam pengembangan Program PINTAR konsisten menemukan pola serupa:
✍️Guru yang mendapat coaching rutin menerapkan pembelajaran aktif lebih konsisten dan lebih lama.
✍️Sekolah yang rajin melakukan pendampingan internal menunjukkan lonjakan hasil belajar, terutama literasi dan numerasi kelas awal.
Semua temuan ini tidak aneh.
Karena belajar mengajar itu keterampilan.
Dan keterampilan hanya tumbuh lewat latihan + umpan balik, bukan ceramah seharian.
Masalahnya: Negara Kita Tidak Serius
Kita punya kebiasaan mengganti kurikulum dengan alasan perkembangan zaman, tapi tidak punya dukungan pendampingan yang memadai agar guru benar-benar mampu menerapkannya.
Kita bicara tentang transformasi, tapi tidak pernah membiayai hal paling penting:
gaji supervisor yang layak, pelatihan pengawas yang benar, dan program mentoring internal di sekolah.
Kita mengagumi Finlandia, Jepang, dan Singapura,
tetapi lupa bahwa negara-negara itu membangun fondasi dengan cara sederhana:
👉Setiap guru wajib punya mentor.
👉Setiap sekolah wajib punya budaya belajar profesional.
👉Setiap pemerintah wajib memastikan pendampingan itu benar-benar berjalan.
Kita?
Masih sibuk bikin acara peringatan.
Hari Guru Harusnya Tentang Perubahan
Kalau Hari Guru hanya dipenuhi ucapan dan spanduk, lebih baik tak usah dirayakan.
Guru tidak butuh seremoni.
Mereka butuh:
✅Mentor yang hadir setiap minggu, bukan pejabat yang hadir setahun sekali.
✅Supervisi yang mendidik, bukan inspeksi yang menakut-nakuti.
✅Kebijakan yang konsisten, bukan gonta-ganti program.
✅Anggaran untuk pengembangan profesional, bukan anggaran untuk acara.
Jika pemerintah sungguh menghargai guru, maka ukurannya sederhana:
Apakah mereka berinvestasi pada pendampingan guru secara berkelanjutan?
Jika tidak, maka Hari Guru hanyalah perayaan kosong.
Kalau kita benar-benar mencintai dan hebat -hentikan seremoni—dan mulailah membangun sistem yang membuat mereka bertumbuh setiap hari. Niscaya Indonesia akan kuat.
Selamat Hari Guru Nasional 2025.
Guru Hebat, Indonesi kuat💪
Besitang, coretan jalan pulang menuju Medan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar