Sabtu, 28 April 2018

Pribadi Guru Yang Efektif


“Apa yang dilakukan oleh guru terhadap anak-anaknya di ruang kelas dan di luar kelas, berbicara lebih kuat dan kekal daripada apa yang diajarkannya”. Kata-kata ini menunjukkan kepada kita bahwa pribadi seorang guru sangat mempengaruhi kehidupan murid-muridnya.  Pada tulisan ini saya akan berbagi tentang karakteristik pribadi guru yang paling mempengaruhi kehidupan murid-murid disekolah berdasarkan buku James Stronge yang berjudul Kompetensi Guru-Guru Efektif (qualities of teacher)

Menurut James Stronge (2013) ada beberapa karakteristik utama pribadi guru efektif yang paling mempengaruhi siswa antara lain: 

a) Kepedulian.
Kepedulian didefinisikan sebagai suatu tindakan yang menonjolkan hal-hal terbaik yang ada pada para murid, melalui penegasan dan penyemangatan. Karakteristik kepedulian sungguh melampaui mengenal para murid. Karakteristik ini meliputi kualitas-kualitas seperti kesabaran, kepercayaan, kejujuran, keberanian. Atribut-atribut khusus guru yang menampilkan kepedulian mencakup mendengarkan, kehaluasan, mengerti, pengetahuan tentang para murid sebagai individu-individu, menghargai, kehangatan dan menyemangati, serta kecintaan terhadap anak-anak secara keseluruhan. Guru-guru yang efektif memperdulikan murid-muridnya dan memperlihatkan bahwa mereka peduli sedemikian rupa hingga para muridnya menyadari hal itu. 

b) Mendengarkan
Guru-guru efektif mendengarkan siswanya. Mereka mempraktikkan pendengaran terfokus dan simpatik, hingga menunjukkan kepada muridnya bahwa mereka tidak hanya memperdulikan apa yang terjadi di dalam kelas, tetapi juga memperdulikan kehidupan murid secara umum. Mereka berdedikasi memperbaiki kehidupan para murid, serta memperlihatkan pemahaman melalui kelemahlembutan, kesabaran serta kehalusan. Selain itu, penelitian mengindikasikan bahwa anak-anak ingin dihargai dan bahwa mereka menghargai guru yang ramah, halus dan menyemangati. Khususnya bagi murid sekolah dasar, kelemahlembutan guru merupakan suatu tanda kepedulian, dan elemen sangat penting dari guru yang efektif. Guru mungkin tidak dapat menggantikan kasih sayang Ibu ataupun kenyamanan dari lingkungan yang sudah dikenal, namun guru dapat membantu anak pada transisi itu, dengan menjadikan murid merasa penting dan dihargai. Salah satu caranya adalah dengan mendengarkan. 

c) Mengerti
Wawancara-wawancara bersama murid secara konsisten mengungkapkan bahwa para murid menginginkan guru-guru yang mendengar pendapat mereka dan membantu mereka mengatasi masalahnya. Mereka menginginkan guru-guru yang berkeinginan membicarakan kehidupan dan pengalaman pribadi mereka sendiri. Melalui penyingkapan diri yang tepat, para guru menjadi manusia di mata para murid. Menyediakan diri bagi para murid dan menampilakan pengertian yang mendalam tentang para murid mengesahkan guru sebagai pribadi, ketika ia memperlihatkan perhatian dan empati yang tulus kepada murid. 

d) Mengenal Para Murid
Banyak pemangku kepentingan menekankan bahwa guru-guru efektif agar mengenal murid-murid mereka secara individu; bukan hanya memahami gaya belajar dan kebutuhan masing-masing murid melainkan juga memahami kepribadian, kesukaan dan ketidaksukaan serta situasi personal para murid yang mungkin mempengaruhi perilaku dan kinerja di sekolah. Guru-guru efektif mempedulikan para murid pertama-tama sebagai manusia, dan kedua sebagai murid. Mereka menghormati masing-masing murid sebagai individu.

e) Rasa adil dan hormat
Selain mendemonstrasikan kepedulian, guru efektif membangun hubungan harmonis dan kredibilitas bersama para murid dengan menitikberatkan, mencontohkan, dan mempraktikkan keadilan dan rasa hormat. Para murid menyatakan bahwa guru-guru efektif menanggapi kelakuan buruk pada level individu, alih-alih mengangap semua murid di kelas bertanggung jawab atas tindakan-tindakan salah satu murid atau sekelompok kecil murid. Mereka mengetahui dan memahami fakta-faktanya sebelum merespon situasi disiplin apa pun, lalu secara spesifik memberitahukan kepada para murid, apa yang perlu mereka lakukan. Selain itu mereka memberitahukan kepda para murid, apa yang perlu dilakukan dengan tepat.

Guru-guru efektif terus memperlihatkan rasa hormat dan pengertian bersama dengan keadilan, terkait ras, latar belakang budaya, dan gender. Persepsi para murid tentang efektivitas guru menekankan ketidakberpihakan pada ras, disertai perilaku setara terhadap semua murid. Para murid mengharapkan guru-guru tidak membiarkan perbedaan etnis mempengaruhi perlakuan atau ekspektasi-ekspektasi diri mereka terhadap para murid.

f. Interaksi dengan para murid
Para guru dan murid menghabiskan sebagian besar hari mereka dengan berinteraksi secara akademis; namun, interaksi sosial dan interaksi –interaksi yang memberikan kepada kesempatan untuk memperlihatkan kepedulian, keadilan, dan rasa hormat telah terbukti merupakan elemen penting dari guru yang efektif. Kemampuan guru berelasi dengan para murid, serta membentuk hubungan-hubungan positif yang dipenuhi kepedulian dengan mereka, berperan signifikan dalam membudidayakan lingkungan belajar yang positif dan meningkatkan prestasi murid. Guru-guru yang menghadiri pertandingan olah raga, konser, dan program khusus lainnya, yang di dalamnnya para murid berpartisipasi, dihargai oleh para muridnya.  

Tulisan ini ingin menyampaikan kepada kita, bahwa disamping pengetahuan guru akan materi yang diajarkan dan bagaimana cara menyampaikannya,  guru sebagai pribadi juga sangat mempengaruhi efektivitas dalam menjalankan profesinya. Sebagai pribadi, karakteristik utama yang harus dimiliki oleh seorang guru adalah kepedulian terhadap murid-muridnya. Guru yang perdulil adalah guru yang mendengarkan, menghargai, mengenal, menghormati dan berinteraksi dengan murid-muridnya sebagai seorang manusia, bukan hanya sekedar memberikan pengetahuan.  Karena sesungguhnya apa yang dilakukan oleh guru terhadap anak-anaknya diruang kelas dan di luar kelas, berbicara lebih kuat dan kekal daripada apa yang diajarkannya. Semoga bermanfaat(js)

Sumber: James H Stronge. 2013. Kompetensi Guru-Guru Efektif. Jakarta: Indeks 

....Hotel Platinum, Hari ke 2 Memfasilitasi Pelatihan Kepala Sekolah dan Pengawas....

Jumat, 27 April 2018

Memaknai Profesi Guru

"Teacher is call profession. Tidak semua orang bisa menjadi guru. Hanya orang-orang terpanggil yang dapat menjadi guru sejati. Hanya pemberanilah yang memutuskan dan memilih guru sebagai profesi dalam hidupnya"

Status keprofesian guru di negeri ini masih dipertanyakan, walaupun secara de ju re sudah diundangkan melalui Undang-Undang nomor 14 tahun 2005 ( Bab 1, pasal 1 ayat 1), tentang Guru dan Dosen, bahwa “Guru adalah pendidk profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan dasar usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”, sebagai sebuah profesi, semestinya guru tidak berbeda dengan dokter, enginer, lawyer, dan lain-lain.

Banyak orang menjatuhkan pilihan menjadi guru bukan sebagai pilihan pertama. Memilih menjadi guru karena terpaksa, tidak diterima di jurusan lain di perguruan tinggi, atau karena tidak mendapatkan pekerjaan lain. Menjadi guru hanya untuk mendapatkan pekerjaan lain yang diharapkan. Menjadi guru sekadar untuk mengisi waktu. 

Banyak orang salah persepsi tentang profesi guru, bahwa menjadi guru berarti menjadi pegawai. Menjadi guru sama artinya menjadi seorang pekerja seperti pekerja-pekerja lainnya, pekerja pabrik, pekerja bangunan, pekerja tambang, dan lain-lain. Dalam pandanan ini guru adalah bekerja untuk mencari sesuap nasi, mendapatkan upah untuk memenuhi kebutuhan pribadi.

Pembenaran pemahaman ini tampak jelas ketika kenyataan menunjukkan bahwa profesi guru diperlakukan tidak lebih baik dari profesi lainnya. Guru tidak mendapatkan apresiasi yang wajar di mata masyarakat bahkan dipandang sebelah mata. Gaji guru tidak jauh berbeda dengan upah para pekerja lain yang relatif tidak memerlukan keterampilan khusus. 

Anda dapat membandingkan penghasilan seorang kernek (pelayan) atau tukang bangunan, sehari mereka akan mengantongi Rp 100.000; sampai dengan Rp 150.000;. Artinya, setiap bulan mereka akan mendapatkan upah antara RP 3000.000; sampai dengan RP 4.500.000;. Jumlah itu lebih besar dibandingkan dengan gaji seorang guru lulusan S1 yang sudah mengajar belasan tahun di banyak daerah di negeri ini. Karena itu, tidak dapat disalahkan jika orang berpendapat bahwa profesi guru adalah pekerjaan mudah. 

Banyak orang “merasa mampu” menjadi guru, walaupun mereka tidak berlatarbelakang pendidikan keguruan. Ketika siswa mengalami masalah kecil dengan gurunya di sekolah, kadang orang tua langsung memvonis guru tidak becus, tidak berkualitas. Ada orang tua yang “ merasa lebih mampu” menjadi guru daripada para guru yang sebenarnya, walaupun sehari-harinya ia bekerja di gudang sebuah pabrik atau bekerja sebagai tukang jahit. Lebih celakanya lagi, ada orangtua yang hanya karena memiliki gaji lebih besar daripada gaji seorang guru, lantas merasa lebih hebat dari guru. 

Profesi guru tidak memiliki wibawa dan kredibilitas di mata masyarakat. Sangat disayangkan, pemaknaan seperti ini terjadi pula di kalangan orang-orang penting pengambil keputusan. Hasilnya pendidikan di negeri ini bukan suatu hal yang perlu diprioritaskan, melainkan dipandang sebelah mata, termasuk dalam mengalokasikan anggaran dana. 

Lebih parah lagi, ketika sekolah disamakan dengan pabrik atau perusahaan barang yang orientasinya mencari keuntungan belaka. Jangan salahkan kalau mutu pendidikan makin terpuruk, karena sekolah dipahami sebagai tempat penghasil produk tertentu, demi keuntungan pemiliknya. Perusahaan diukur dari berapa banyaknya produksi barang yang dihasilkan dan berapa besar keuntungan yang diperoleh. Apresiasi pemilik perusahaan terhadap pegawainyapun didasarkan kepada kuantitas produksi yang dapt dihasilkan serta berapa banyak seseorang menghasilkan barang dan memberikan keuntungan bagi pemilik perusahaan. Jika seseorang pekerja atau pegawai tidak dapat menghasilkan jumlah barang sesuai dengan target yang sudah ditentukan maka pegawasi tersebut tidak pantas mendapat penghargaan, jika perlu di-PHK.

Jika profesi guru diparalelkan dengan pegawai perusahaan seperti disebutkan diatas maka niscaya kualitas pendidikan di negeri ini akan tetap terbelakang. Profesi guru tidak akan pernah diminati oleh orang muda.

Para guru diharapkan mampu memaknai profesinya secara benar dan lebih mendalam dibandingkan masyarakat pada umumnya. Para guru hendaknya menyadari bahwa menjadi guru bukan sekedar mencari nafkah. Profesi guru sama sekali tidak ada hubungannya dengan upah. Uang bukan hal terpenting dalam urusan mendidik manusia muda agar menjadi manusia yang berbudaya dan mandiri. Jika Anda seorang guru dan memaknai profesi anda hanya sekedar sebagai sarana mencari nafkah dengan dalih mendidik manusia muda, sama artinya Anda sedang merusak generasi bangsa yang akan datang. 

Menurut Andrias Harefa, dalam bukunya pembelajaran di era serba otonomi (2001, hlm, 70), menjadi guru bukan sekedar pekerjaan, tetapi profesi yang mesti dijalankan dengan semangat pengabdian, rela mengurbankan kepentingan dirinya untuk kepentingan lebih besar. Guru tidak sekadar berurusan dengan “ otak” (pengetahuan) dan “otot” (keterampilan”, melainkan harus masuk ke dalam, yakni ke dalam “ hati” (moral-spiritual). Ini hanya mungkin jika guru melibatkan cinta dan kepedulian dalam semua profesi pembelajaran dan juga dalam kehidupan sehari-harinya.

Guru itu seperti seorang Ibu. Di dalam sosok Ibu ada kasih sejati. Kasih ibu adalah tanpa pamrih. Kasih yang hanya memebri dan memberi. Kasih yang tidak pernah berharap kembali. Ia memberi kasihnya memastikan anak-ankanya tumbuh dan berkembangn sesuai potensi dirinya. Dengan kasihnya, ia meyakini anak-anaknya akan tumbuh menjadi “ lebih besar” daripada dirinya. 

Kasih Ibu kepada anaknya juga dianalogikan dengan sang surya yang memberikan cahaya terangnya kepada dunia. Sang surya (Matahari) tidak pilih kasih. Semua manusia, baik yang jahat maupun yang baik, diberi cahaya terangnya. Matahari tidak mengenal suku, agama, warna, kulit, jenis rambut atau aneka ragam perbedaan manusia. Bagi matahari, semua manusia berhak menerima terang dan cahaya sesuai dengan kapasitas dan kebutuhannya. Sinar matahari adalah energi.  Energi yang memampukan manusia melakukan aktivitasnya. Demikian pula kasih yang memancar dari seorang guru akan memberikan “energi” yang memampukan para murid mengeluarkan dan mengaktualisasikan potensinya. “Energi” yang mampu memerdekakan dirinya dari segala bentuk tekanan, untuk menjadi orang mandiri. 

Singkatnya, teacher is call profession, guru adalah profesi panggilan. Tidak semua orang bisa menjadi guru. Hanya orang-orang terpanggil yang dapt menjadi guru sejati. Hanya pemberanilah yang memutuskan dan memilih guru sebagai profesinya dalam hidupnya-hanya orang yang siap menyerahkan “ dirinya” secara total dalam melayani manusia muda tanpa embel-embel apa pun. Tidak semua orang dapat menjadi guru, hanya orang-orang terpanggil untuk menyerahkan seluruh hatinya terpilih menjadi guru sejati. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita untuk memaknai makna sebenarnya menjadi seeang guru.  
  
Sumber :
Herman JP Maryanto. 2011. Guruku Matahariku: Merenungi dan Memaknai Profesi Guru. 

Coreta pagi di Hotel Platinum Labuhabatu, 27 April 2018

Rabu, 25 April 2018

Terobosan kepala sekolah hebat

"Kepala Sekolah yang hebat akan menghasilkan Sekolah yang hebat" (New Leaders, 2016)


Sekolah yang hebat umumnya memiliki beberapa karakteristik antara lain nilai-nilai yang kuat, misi yang jelas, harapan yang tinggi akan pencapaian guru dan siswa, dan kepala sekolah yang luar biasa yang mampu mencapai visi sekolah. Berdasarkan hasil penelitian, Kepala Sekolah yang efektif mempengaruhi 25% total keberhasilan sekolah, kedua setelah pembelajaran di kelas. Kepala sekolah yang efektif juga berpengaruh langsung pada prestasi siswa. Penelitian mengungkapkan bahwa prestasi siswa di sekolah dengan kepemimpinan kepala sekolah yang efektif dua puluh poin lebih tinggi dibandingkan dengan prestasi siswa di sekolah yang dipimpin oleh Kepala Sekolah yang memiliki kemampuan rata-rata (Marzano, et all (2005)).

Jean Desravines, dkk dalam bukunya Breakthrough principals: A step by step guide to building stronger schools, memberikan kerangka dan langkah-langkah yang harus dilakukan oleh Kepala Sekolah untuk menghasilkan perubahan yang dramatis (terobosan) di sekolah khususnya berkaitan dengan prestasi siswa dan kualitas sebuah sekolah. Kerangka tersebut dikenal dengan Transformastional Leadership Framework (TLF).

Melalui kerangka Transformastional Leadership framework (TLF), mereka mendorong Kepala Sekolah untuk melakukan terobosan dalam 5 (lima) aspek yaitu proses pembelajaran, budaya sekolah, rekrutmen staf, managemen sekolah dan kepemimpinan personal.

Dua aspek yang pertama yakni proses pembelajaran dan budaya sekolah mengarahkan kita untuk fokus pada prestasi siswa dan harapan yang tinggi akan semua semua pegawai disekolah. Dua aspek sesudahnya yakni rekrutmen pegawai dan managemen sekolah adalah faktor penting dalam mendukung agar dua hal yang pertama dapat terlaksana dengan baik. Sedangkan aspek terakhir yaitu kepemimpinan personal adalah aspek yang paling penting dan berkaitan kemampuan Kepala Sekolah menginspirasi guru dan siswa untuk percaya bahwa setiap anak dapat berhasil dengan kerja keras dan pemberian dukungan yang tepat. Selengkapnya terkait TLF ini dapat anda download di link berikut:
http://newleaders.org/research-policy/transformational-leadership-framework/

Selain kerangka ini, Tanoto Foundation tempat saya bekiprah mengembangkan sebuah kerangka pengembangan sekolah dengan pendekatan menyeluruh (whole school development). Pendekatan ini berfokus bagaimana seorang Kepala Sekolah dapat mengembangkan kemitraan antara Kepala Sekolah, Pengawas, Komite Sekolah, dan guru untuk meningkatkan mutu di sekolah. Pendekatan ini mendorong Kepala Sekolah untuk fokus pada peningkatan proses pembelajaran, budaya membaca, managemen sekolah dan peran serta masyarakat.  

Pada prinsipnya apapun yang menjadi kerangka pengembangan sekolah, semua pengembangan sekolah harus membantu siswa dapat belajar dengan maksimal dan menghilangkan semua hambatan yang menghalangi siswa mengeluarkan yang terbaik dari dirinya. Semoga bermanafaat. 

Sumber bacaan:
Jean Desravines, et. all. 2016. Breakthrough principals: A step by step guide to building stronger schools. 
Tanoto Foundation. 2018. Modul Pelatihan Kepala Sekolah dan Pengawas Program Pelita Pendidikan Tanoto Foundation
http://newleaders.org/research-policy/transformational-leadership-framework/
Labuhanbatu Selatan, 25-26 April 2018.

Selasa, 24 April 2018

Membaca Itu Sangat Penting


"Ubah kemampuan membaca maka Anda akan mengubah jumlah putus sekolah dan populasi orang yang dipenjara...dan semua itu akan mengubah iklim sosial di negeri kita".
 
Membaca adalah jantungnya pendidikan. Pengetahuan dari hampir semua mata pelajaran disekolah mengalir dari membaca. Orang harus mampu membaca soal cerita dalam pelajaran Matematika untuk bisa memahaminya. Anda tidak bisa memahami bab tentang ilmu alam atau ilmu sosial, jika tidak bisa baca.

Berikut ini adalah satu formula yang mendukungnya. Kedengarannya sederhana, tetapi semua bagiannya bisa didokumentasikan, dan walaupun tidak 100 persen universal, hal-hal berikut ini sering terbukti benar.
  •  Semakin banyak Anda membaca, semakin banyak yang Anda tahu
  • Semakin banyak yang Anda tahu, semakin cerdas diri Anda
  • Semakin cerdas diri Anda, semakin Anda mencintai sekolah
  • Semakin Anda mencintai pendidikan sekolah, semakin banyak diploma yang Anda dapatkan dan 
  • semakin lama Anda akan dipekerjakan-berarti semakin banyak uang yang Anda hasilkan selama Anda hidup
  • Semakin banyak diploma Anda miliki, semakin tinggi nilai anak-anak Anda di sekolah 
  •  Semakin banyak diploma yang Anda dapatkan, semakin lama usia anda
Yang sebaliknya juga benar:
  • Semakin sedikit Anda membaca, semakin sedikit yang Anda tahu
  • Semakin sedikit yang Anda tahu, semakin cepat Anda drop out dari
  • Semakin cepat Anda drop out dari sekolah, semakin cepat dan lama Anda mengalami 
  •  Semakin cepat Anda drop out, semakin mungkin Anda masuk ke penjara
Kemiskinan dan buta huruf itu berhubungan, keduanya adalah akar dari kecemasan dan keterkungkungan:
  • 70 persen  sampai 82 persen penghuni penjara adalah mereka yang putus sekolah
  • 60 persen dari penghuni penjara adalah orang yang buta huruf atau hanya bisa sedikit membaca
  • Semakin banyak pendidikan yang didapat, semakin besar kemungkinan Anda akan dipekerjakan dan semakin sedikit kemungkinan dipenjarakan. 
Mengapa siswa gagal putus sekolah? Karena mereka tidak bisa membaca-yang kemudian berpengaruh terhadap rapor keseluruhan mereka. Ubah kemampuan (nilai) membaca maka Anda akan mengubah jumlah kelulusan dan populasi orang yang dipenjara-hal itu akan mengubah iklim sosial di negeri kita. 
Penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat khusunya untuk sekolah dasar, menunjukkan betapa pentingnya kemampuan membaca, dan membangun budaya baca, mulai dari saat anak baru mulai sekolah.  Anak yang lamban membaca pada kelas awal (kelas 1-3), akan mengalami kegagalan yang semakin parah pada kelas-kelas berikutnya. Hal ini dikenal dengan istilah ‘Efek Matthew’.

Grafik  menggambarkan perkembangan kemampuan membaca anak (kata per menit) dari anak mulai dari kelas 1-5);
  • Grafik merah (bawah) menggambarkan 10% anak dengan kemampuan membaca rendah; 
  • Grafik hijau (atas) menggambarkan 10% anak dengan kemampuan membaca sedang; 
  • Terlihat bahwa semakin lama (semakin tinggi kelasnya), perbedaan kemampuan membaca semakin besar;  Hal ini berarti, anak yang lamban membaca pada kelas awal akan mengalami kegagalan yang semakin parah pada kelas-kelas berikutnya. Dalam ilmu ekonomi Efek Mattew berarti ‘yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin’. Jika dikaitkan dalam pendidikan, hal ini berarti yang lambat mendapat hasil yang rendah sedangkan yang menengah dan cepat akan mendapatkan nilai yang lebih baik.
Melihat manfaat yang diperoleh dari membaca seperti yang telah diuraikan diatas, semestinyalah kita para pendidik atau orang tua mendorong anak untuk termotivasi membaca sedini mungkin. Kita harus memastikan bahwa pengalaman awal anak dalam hal membaca tidak menyakitkan, sehingga mereka akan senantiasa gembira mengingat pengalaman tersebut, kini dan selamanya. Jika pengalaman-pengalaman awal itu terus menerus menyakitkan kita hanya akan menciptakan pembaca di jam sekolah, alih-alih pembaca seumur hidup. Semoga bermanfaat.
 Sumber bacaan:
Jim Trelease. 2017. The Read-Aloud Handbook, edisi ke-7. Jakarta: Noura
Good III, R. H., Simmons, D. C., & Smith, S. B. (1998). Effective academic interventions in the United States:Evaluating and enhancing the acquisition of early reading skills. School Psychology Review.

Kombinasi Berbagai cara Menyampaikan Pembelajaran

  Ragam cara melaksanakan pembelajaran: ceramah, kegiatan individu, dan kegiatan kelompok. Dalam melaksanakan pembelajaran, berbagai kombina...